Home

Friday, 8 June 2012

Kontroversi Spongebob

Beberapa acara televisi anak-anak berakibat buruk untuk otak anak menurut sebuah studi baru tentang menonton kartun. Dampaknya adalah anak-anak tidak bisa berkonsentrasi atau fokus dengan baik setelah menonton film kartun tertentu.
http://www.21cineplex.com/data/gallery/pictures/13305006086647_480x321.jpg


Hal ini terungkap, seperti dirilis oleh CNN Health (12/09/2011), dari hasil penelitian oleh ahli dari University of Virginia mengenai dampak film kartun yang mereka sebut dengan istilah “animated kitchen sponge” atau yang kita kenal dengan kartun Spongebob terhadap kemampuan berpikir anak. Selain CNN Health, Washington Post pun memberitakan hasil penelitian ini.
Peneliti dari University of Virginia tersebut melakukan pengujian terhadap 60 sampel anak usia 4 tahun dengan memberikan perlakuan yang berbeda. Mereka dibagi ke dalam tiga kelompok: 20 anak kelompok pertama diberikan tontonan 9 menit film kartun animasi cepat Spongebob, 20 anak kelompok kedua diberikan tontonan film animasi lambat Calliou, dan 20 anak kelompok ketiga disuruh menggambar dengan krayon dan spidol.
Peneliti kemudian melakukan tes kemampuan berpikir anak setelah melakukan aktivitas tersebut. Hasilnya adalah kelompok anak yang diberikan perlakuan untuk menonton film Spongebob paling buruk dibandingkan dua kelompok anak lain. Para peneliti menduga bahwa otak mendapat overtaxed atau lelah dari rangsangan-rangsangan cepat dari kartun animasi Spongebob.

Untuk jangka panjang, dampak tersebut masih merupakan pertanyaan terbuka yang harus dibuktikan lebih lanjut. Beberapa penelitian lain telah menemukan hubungan antara acara televisi dengan rentang perhatian anak-anak, terutama pada anak muda, sementara yang lain tidak. Peneliti khawatir acara-acara televisi tersebut memberikan dampak panjang terhadap kemampuan berpikir anak di masa depan. Hal ini disebabkan anak-anak prasekolah menonton televisi minimal 90 menit sehari, dan menurut para peneliti lainnya memperkirakan anak-anak muda menonton televisi antara dua sampai lima jam sehari. Jika ini dikalkulasikan maka jika orang itu hidup 70 tahun, maka 7 sampai 10 tahun masa hidupnya dihabiskan untuk menonton televisi. Hal ini ditambah lagi dari hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa 32 persen anak dari usia 2 sampai 7 tahun dan 65 persen anak dari usia 8 sampai 18 tahun memiliki televisi di kamar tidurnya.

American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan orangtua untuk membatasi anak-anak dari tontonan televisi dan media hiburan lain (seperti video games dan lainnya) tidak lebih dari 1 sampai 2 jam per hari dan tidak membiarkan anak berumur 2 tahun untuk menonton televisi sama sekali. Para peneliti juga mengatakan bahwa ketika otak anak-anak yang masih berkembang dibombardir dengan stimulasi terlalu banyak, dapat mengganggu kemampuan mereka untuk belajar fokus secara baik. Dia menyarankan bahwa orang tua mengawasi apa yang anak-anak mereka menonton.
"Inti dari penelitian ini dan banyak penelitian lain adalah bahwa apa yang ditonton anak Anda sama pentingnya dengan berapa banyak mereka tonton. Ini bukan tentang mematikan televisi, ini tentang mengubah saluran," kata Dr Dimitri Christakis, direktur Pusat Kesehatan Anak University of Washington dan penulis editorial di Jurnal Pediatric.

Angelina Lillard dan Peterson Jenifer, peneliti yang melakukan riset tersebut sekaligus penulis jurnal, mengatakan hanya dengan 9 menit anak menonton film kartun Spongebob tersebut telah memiliki efek negatif pada fungsi eksekutif otak anak. Orang tua harus waspada terhadap hal ini, karena sedikitnya akan mempengaruhi fungsi otak dalam jangka pendek.
Sementara itu, Nickelodeon yang dimiliki oleh Viacom International, produsen kartun SpongeBob SquarePants, merilis pernyataannya untuk CNN ketika ditanya tentang studi ini. "Dari ke-60 anak yang diteliti, itu bukan target dari film kartun Spongebob. Kartun itu dirancang untuk anak usia 6 - 11-tahun bukan untuk usia anak 4 tahun, seperti sampel anak yang digunakan dalam penelitian.  Selain itu, durasi menonton selama 9 menit adalah metodologi yang dipertanyakan. Durasi selama itu tidak mungkin memberikan dasar untuk sebuah temuan yang valid, di mana orang tua bisa mempercayainya”.

Namun Christakis mengatakan bahwa metodologi penelitian yang digunakan adalah valid meskipun penelitian ini menggunakan sampel kecil, tetapi desain penelitiannya lebih kuat dari penelitian sebelumnya dan temuannya adalah signifikan. Ia menekankan bahwa yang penting adalah para orang tua mengambil pesan utama dari penelitian ini, yaitu banyak orang tua memiliki aturan tentang batasan jumlah waktu menonton bagi anak, tetapi jauh lebih sedikit memiliki batasan pada apa yang mereka tonton. **[harja saputra]

Sumber : www.harjasaputra.com

No comments:

Post a Comment